Perjalanan Menuju Ketidaktahuan
Aku duduk di sebuah kursi kereta
Menikmati perjalanan ditemani kedua sahabat dekat
Wahai pembaca, kami tidak sendiri
Individu-individu lain turut menampilkan eksistensi nya
Di kursi-kursi itu, mereka duduk dengan khidmat sembari memainkan peran utama dalam teater kehidupannya masing-masing
Berbeda dengan mereka, entah mengapa kami merasa dalam satu teater yang sama, entah mengapa
Kereta meluncur cepat bagai peluru yang menerobos lalu lintas angin berlawanan
Pramusaji secara misterius datang menuju kursi kami, menawarkan beberapa opsi minuman
Kedua sahabatku memesan segelas teh mint hangat dan anggur dingin, aku? Dahaga belum menyerang benteng kerongkonganku. Tak ada yang kupesan
Sembari menunggu minuman datang, kedua sahabatku silih berganti bercerita kepadaku tentang kehidupan
Dalam cerita-cerita tersebut mereka berupaya memeras kain basah ironi demi menampung air-air perasan maknawi
Tak lama minuman yang dipesan datang, segera mereka meneguk habis tanpa setitik keraguan
Seketika pula, situasi diluar kereta sembab, nampaknya awan sudah tak mampu menahan kerinduannya dengan bumi hingga ia sengaja mengucurkan air matanya sebagai tanda rindu
Percakapan kami berlanjut, namun aku lebih banyak mendengarkan, mereka berdua saling mengadukan romantisasi cerita nya masing-masing terhadapku
Persis seperti kedua putra yang mengais perhatian kepada ayahnya dengan memamerkan hasil karya nya masing-masing
Meski sentimen, namun ku tak ingin terjebak oleh cerita mereka. Sama seperti minuman yang mereka minum, anggur itu dingin namun terasa hangat didalam pun juga dengan teh mint tersebut, ia dihidangkan hangat namun terasa dingin di dalam. Jangan tertipu pada lahiriah, fokuslah pada batiniah
Gemircik tangisan awan terdengar begitu ribut, alhasil terkadang yang terdengar hanya suara si peminum teh selanjutnya yang terdengar hanya suara peminum anggur
Lucu nya pula karakter mereka saling bertentangan, pembaca bisa menilai sendiri dari minuman yang mereka pesan, aku merasa seperti juri di perhelatan kompetisi debat pro kontra
Lalu percakapan sudah hampir menuju ajal nya, situasi menjadi hening, hingga mata kami bertiga tertutup menuju tidur, dengan bantal kesunyian dan diselimuti oleh cuaca dingin hujan
.
.
.
Deru rem kereta sekejap membangunkanku dari lelapnya tidur, kereta sudah berhenti di tempat pemberhentian ke-21 dan kerinduan awan terhadap bumi pun sudah terbayar lunas, namun ku tak melihat lagi kedua sahabatku di kursi
Segera ku hampiri sang pramusaji untuk menanyakan kemana kedua sahabatku pergi, mengingat kami harus segera pindah ke gerbong kereta selanjutnya menuju tempat pemberhentian ke-22
Dengan mimik wajah heran, ia menjawab bahwa selama perjalanan aku sendiri, tidak ada teman yang menemani, ia pun juga berkata bahwa aku memesan anggur dingin dan teh mint itu sekaligus
Sekejap kusimpulkan bahwa sang pramusaji sudah gila, mungkin dia mabuk. Dengan terburu-buru khawatir tertinggal kereta, aku masuk ke dalam gerbong kereta selanjutnya, dan ternyata mereka sudah menunggu ku di kursi kereta dan mempersilahkan ku duduk
Aku mencegah diriku untuk mempertanyakan mengapa mereka tak membangunkanku dari tidur atau mengapa mereka meninggalkan ku begitu saja.
Aku tak mau merusak ekspektasi ku
Aku pun juga semakin percaya bahwa sang pramusaji gerbong sebelumnya memanglah gila, dan kuharap para pembaca juga mempercayainya
Sekali lagi, kereta pun melesat kencang bak peluru menuju tempat pemberhentian selanjutnya
Hanya Tuhan yang tahu pemberhentian keberapa yang menjadi pemberhentian terakhir
Comments
Post a Comment